Sejarah Kesenian Jaranan
Seni
jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041.
atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu yaitu bagian
timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan
Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Raja
Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah
orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu banyak sekali yang melamar, maka
dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti.
Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya
tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa
Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan.
Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau
menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari
beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum
mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana
Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo
Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo
memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh.
Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom
memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi
Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan
temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan
diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang
besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam
perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu,
Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata
dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia
mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto.
Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia
keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi
Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Puijangganom dan tidak mau
menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya
yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong
oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit merubah
nama tempat itu menjadi Ponorogo
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk
mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya
dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat kediri membuat
kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua kesenian ini
sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan
secara turun temurun hingga sekarang ini.
Jaranan Dan
Representasi Abangan
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan seringkali ditampilkan di keraton.
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan seringkali ditampilkan di keraton.
Dalam
praktek sehari-harinya para seniman jaranan adalah orang-orang abangan yang
masih taat kepada leluhur. Mereka masih menggunakan danyangan atau punden
sebagai tenpat yang dikeramatkan. Mereka masih memiliki kepercayaan yang tinggi
terhadap roh-roh nenek moyangnya. Mereka juga masih melaksanakan
praktik-praktik slametan seperti halnya dilakukan oleh orang-orang dahulu.
Pada
kenyataanaya seniman jaranan yang ada di kediri adalah para pekerja kasar
semua. Mereka sebagian besar adalah tukang becak dan tukang kayu. Ada sebagian
dari mereka yang bekerja sebagai sebagai penjual makanan ringan disepanjang
jalan Bandar yang membujur dari utara ke selatan.
Cliford
Geertz mengidentifikasi mereka dengan sebutan abangan. Geertz memberikan
penjelasan tentang praktik abangan. Masayarakat abangan adalah suatu sekte
politio-religius dimana kepoercayaan jawa asli melebur dengan Marxisme yang
Nasionalistis ynag memungkinkan pemeluknya sekaligus mendukung kebijakan
komunisdi Indonesia. Sambil memurnikan upacara-upacara abangan dari sisa-sisa
Islam (Geertz 1983).
Dalam
perkembanganya kesenian jaranan mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan
kondisi social masyarakat yang sudah berubah dalam memaknai dan mengambangkan
jaranan. dari tahun-ke tahun jaranan mulai berubah dari yang sifatnya tuntunan
menjadi tontonan dan yang paling menarik adalah jaranan sebagai alat untuk
menarik simpatisan dan untuk pengembangan pariwisata.
Jaranan pada
tahun 1960-an menjadi alat politik PKI untuk menopang kekuasaanya dan menarik
masa. Pada tahun-tahun itu kebijakan Sukarno tentang Nasakom sangat
mempengaruhi keberadaan lembaga-lembaga yang ada di bawah. Dari nasionalisme,
Agama dan komunis ini, memiliki lembaga-lembaga sendiri. Kelompok itu memiliki
basis kesenian sendiri-sendiri. Lekra, lesbumi dan LKN adalah lembaga kesenian
yang ada di tingkat bawah.
Pada tahun
itu jaranan sudah ada dan kebetulan bernaung dibawah pengawasan Lekra. Jaranan
pada saat itu sudah sangat digemari masyarakat. Bahkan dikediri pada saat itu
sudah berdiri beberapa kelompok jaranan. kelompok jaranan ini banyak digawangi
oleh orang-orang yang berada di lembaga kesenian. Dari ketiga lembaga kesenian
yang ada, semuanya memiliki kesenian sendiri-sendiri yang sesuai dengan misinya
masing-masing.
Pada tahun
60an itu masing-masing kelompok jaranan berkontestasi dengan sehat. Walaupun
mereka berasal dari lembaga kesenian yang berbeda, tapi pada saat itu mereka
masih bisa berbagi ruang dan berkontestasi. Mereka saling mendukung dan
mengembangkan kreatifitasnya dalam berkesenian.
Jaranan pada saat itu masih tampil dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up. Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil vulgar di manapun dia berada.
Jaranan pada saat itu masih tampil dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up. Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil vulgar di manapun dia berada.
Pada tahun
1965 terjadi peristiwa pembersihan dari kalangan agamawan kepada
kelompok-kelompok abangan. Pembersihan ini dilakukan tas kerjasamama Negara
dengan kaum agamawan. Akibat dari pembersihan itu masyarakat abangan yang ada
di Kediri pada saat itu sempat kocar-kacir. Terlebih pada orang-orang yang
memang bergelut di lembaga PKI ataupun pernah terlibat.
Orang-orang
yang terlibat sebagai anggota partai komunis dibunuh. Para seniman-seniman yang
berada dibawah PKI yaitu Lekra dihabisi semua. Danyangan dan beberapa punden
banyak yang dirusak. Bahkan patung-patung dan arca yang sekarang berada di
museum Airlangga terlihat banyak yang hancur. Ini adalah akibat pertikaian
politik 1965. segala property yang berhubungan dengan tradisi orang abangan
dimusnahkan. Termasuk didalamnya adalah jaranan.
Setelah
kejadian berdarah tahun 1965 itu jaranan yang dahulu adalah kesenian yang
sangat dibangggakan masyarakat hilang seketika. Jaranan adalah representasi
dari kaum abangan yang mencoba untuk memberikan eksistensi dirinya pada
kesenian. Mereka benar-benar mengalami trauma yang berkepanjangan. Sehingga
kesenian jaranan pada paska 65 mundur. Kondisi politik 65 ini telah membawa
jaranan pada titik kemandekanya. Kecuali jaranan yang bernaung di bawah komunis
aman dari pembersihan ini. Keberadaan jaranan pada saat itu juga masih relative
sedikit. Trauma itu ternyata tidak dirasakan oleh orang-orang yang berasal dar
lekra saja. Seniman dari lesbumi dan LKN waktu itu juga agak ketakutan untuk
tampil di public. Kebanyakan dari seniman yang ada dikediri pada waktu itu juga
berhenti dari kesenian untuk semantara waktu.
Pasca
peristiwa berdarah itu seluruh elemen masyarakat memberikan identifikasi yang
negatif terhadap kesenian jaranan. dari kalangan agamawan. Para agamawan
beranggapan bahwa jaranan itu mengundang setan. Sehingga wajar jika pada saat
itu para agamawan terlebih ansor menghabisi seniman-seniman yang berbau komunis
di kediri.
Negara yang
mulai memberikan pengngontrolan seniman dengan membuatkan Nomor Induk Seniman
(NIS) pada kurun waktu tahun 1965-1967. Dengan memberikan NIS ini pemerintah
bisa mengontrol lebih jauh seniman yang terlibat dengan komunis. Bagi yang
tidak memiliki NIS biasanya mereka dikasih nomor aktif sebagai seniman. “Tanpa
memiliki kartu ini, seniman tidak boleh tampil di ruang publik” kata Mbah
Ketang.
Praksis
paska 65 jaranan jarang sekali tampil di ruang public. Seniman-seniman jaranan
yang berasal dari LKN mungkin masih bisa berunjuk kebolehanya di ruang public.
Misalnya jaranan Sopongiro di Bandar dan jaranan Turnojoyo Pakelan. Dua jaranan
ini bisa eksis dan tidak terberangus pada tahun 65 karena mereka adalah
kelompok kesenian yang berasal dari LKN.
Stigmatisasi
yang dikembangkan oleh agamawan dan Negara rupanya telah meberangus nalar
masyarakat. Paska 65 masyarakat secara tidak langsung memberikan identifikasi
negatif terhadap kesenian jaranan. Mereka masih menganggap bahwa kesenian
jaranan itu adalah kesenian milik PKI.
Masyarakat
tidak mau dicap merah oleh pemerintah dan kaum agamawan sebagai pengikut PKI.
Akhirnya kesenian jaranan dijauhi oleh masyarakat.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebyuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jaranan pada tahun sebeliumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebyuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jaranan pada tahun sebeliumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.
Samboyo
Spirit Baru Jaranan Kepang Kediri
Dalam rangka memperbaiki citra jaranan di muka masyarakat, seniman jaranan mulai menghaluskan jaranan. Pada tahun 70an gerakan untuk merevitalisasi jaranan sudah mulai diupayakan. Penghalusan dalam wilayah tarian, dandanan dan musikpun sudah mulai dilakukan. Para seniman jaranan mulai memodifikasi jaranan dari pakaian, make up, dan tarian serta musiknya. Dalam berebagai pertunjukan jaranan pemain jaranan harus memiliki sifat yang arif, sopan dan memiliki tata karama yang tinggi kepada masyarakat dan para penanggap. Sifat itu harus diperankan oleh para seniman dalam berbagai waktu dan kesempatan.
Dalam rangka memperbaiki citra jaranan di muka masyarakat, seniman jaranan mulai menghaluskan jaranan. Pada tahun 70an gerakan untuk merevitalisasi jaranan sudah mulai diupayakan. Penghalusan dalam wilayah tarian, dandanan dan musikpun sudah mulai dilakukan. Para seniman jaranan mulai memodifikasi jaranan dari pakaian, make up, dan tarian serta musiknya. Dalam berebagai pertunjukan jaranan pemain jaranan harus memiliki sifat yang arif, sopan dan memiliki tata karama yang tinggi kepada masyarakat dan para penanggap. Sifat itu harus diperankan oleh para seniman dalam berbagai waktu dan kesempatan.
Selain
strategi berselingkuh dengan militer, jaranan juga memiliki strategi lain yaitu
dengan cara menghaluskan tarianya, musiknya, dan danadananya serta tingkah
lakunya harus lebih baik. Penghalusan ini dilakukan oleh seniman jaranan karena
pada saat-saat itu monitoring dari pewemerintah masih sangat kuat. Untuk
menghilangkan stigma itu seniman harus melakukan strategi itu untuk menjaga
kesenian jaranan.
Kemudian
pada tahun 1977 setelah berdirinya Samboyo Putro, jaranan mulai mendapat
pengakuan dari masyarakat dan pemerintah. Jaranan Samboyo Putro ini didirikan
oleh mantan polwil Kediri yang bernama pak Samboyo. Dengan adanya jaminan dari
fihak kepolisian inilah jaranan mulai berani bertengger di kediri bersaing
dengan kesenian lainya. Jaranan Samboyo itu dahulu mendapatkan wangsit dari
Pamenang Joyoboyo. Pak Samboyo mendapatkan wahyu dari Pamenang agar mendirikan
jaranan dan menguri-uri kesenian asli kediri ini. (Ketang)
Atas wangsit
yang berasal dari Pamenang itulah Samboyo berusaha sekuat tenaga untuk
mengembalikan citra negative masyarakat terhadap kesenian jaranan. Pak samboyo
mulai berafiliasi dengan pemerintah, agamawan serta masyarakat untuk mendukung
eksistensi jaranan di kediri.pasca tahun 1977 inilah jaranan mulai bisa
dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat kediri sebagai kesenian yang bebas dari
komunis.
Dahulu
sebelum ada pertunjukan jaranan seluruh personel jaranan pasti pergi ke
pamenang terlebih dahulu.. kalau sekarang hanya dilakukan oleh para gambuhnya
saja. Perubahan ini disebabkkan lebih pada ketakutan pemain jika menjadi korban
pamenang. Pemain-pemain itu takut kalu suatu saat dia mengingkari janjinya
dengan pamenang.
Pada saat
berdirinya jaranan samboyo putro tahun 1977 itu, Pak Samboyo berusaha keras.
Usaha ini lebih dimaksudkan untuk mengambalikan citra jaranan yang sudah buruk
dimuka masyarakat. Salah satu cara pak Samboyo pada saat itu adalah dengan cara
mengadakan dukun tiban. Inspirasi tentang dukun tiban itu dia dapatkan dari
pamenang. (Pardi dan Endah)
Pada masa
kejayaan Samboyo Putro pernah memperoleh beberapa prestasi yang gemilang.
Beberapa tahun setelah berdirinya Samboyo, langsung mendapatkan Juara 1
festifal jaranan sejawa Timur. Kemudian dalam perjalananya mulai tahun 1977
sampai 1990 Samboyo Putro pernah tanggapan sebanyak 1674 kali. Selain itu
Samboyo Putro Personelnya banyak yang melatih jaranan ke komunitas-komunitas
kesenian jaranan lain di Kediri.
Hingga kini
masyarakat menyakini bahwa jaranan samboyo Putro itu memiliki jasa yang sangat
besar untuk mengambalikan citra jaranan di kediri. Pandangan agamawan dan
Negara serta masyarakat yang dahulu memandang jaranan sebagai kesenian yang
jelek, akhirnya berubah haluan. Paska tahun 1977 ini, masyarakat mulai
memandang bahwa jaranan ini adalah kesenian yang berasal dari kediri.
Keberadaan kesenian ini harus tetap dilestarikan keberadaanya.
Sebelum
samboyo berdiri jaranan pakelan adalah jaranan yang sudah bisa berdiri dengan
eksis di kediri. Para pemain jaranan pakelan itu rata-rata dahulu berasal dari
LKN. Samboyo bubar pada tahun 1990an bersamaan dengan meninggalnya bapak
Samboyo sebagai pimpinan jaranan itu. Pasca Samboyo bubar, kesenian jaranan
sudah mulai merebak hampir diseluruh desa yang ada di kota kediri memiliki
jaranan masing-masing. Akan tetapi mereka juga masih berkiblat dan memiliki
karakter seperti jaranan Samboyo. (Pardi dan endah)
Kreasi Baru
dan Proyek Dinas Pariwisata Kediri
Dalam pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan. Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan. kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra da Wjaya Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan itu adalah warisan dari leuhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan menghina tinggalan nenek moyang mereka.
Dalam pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan. Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan. kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra da Wjaya Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan itu adalah warisan dari leuhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan menghina tinggalan nenek moyang mereka.
Berbeda
halnya dengan Jayoboyo Putra yang lebih suka berkreasi dengan model-model baru.
Jaranan ini mencoba untuk mengawinkan antara kesenian tradisional dengan
modern. Misalnya dalam lagu-lagunya dicampur dengan samroh ataupun dicampur
dengan dangdut. Hal ini dilakukan oleh Joyoboyo Putro untuk mengikuti
permintaan pasar. Ranggalawe juga memiliki paradiga yang sama dengan Joyoboyo
Putro. Dia lebih mengembangkan kesenian pada proyek modifikasi tarianya.
Perkembangan
jaranan paska tahun 1977 meluncur pesat. Kemunculan jaranan kreasi baru ini
tidak lepas dari apa yang dinginkan penonton ataupun yang diinginkan oleh
zamanya. Seniman jaranan biasanya lebih suka bermain dengan jaranan pakem. Akan
tetapi biasanya kelompok seniman jaranan itu memiliki 2 versi. Pertama versi
baru yaitu versi kolaborasi dengan kesenian modern. Kalau yang modern biasanya
ditambah dengan sinden, dram dan keyboard. Yang kedua adalah versi jaranan
pakem. Kesenian jaranan pakemanya menggunakan ketuk kenong, gong gumbeng,
kendang dan terompet.
Untuk
masalah tarianya nanti disesuaikan dengan pakemnya kelompok masing-masing.
Misalnya, jaranan wijoyo Putro 24 gerakan, Sanjoyo Putro 24 gerakan, Joyoboyo
14 gerakan, ronggolawe malaah cumin sedikit antara 5-6 gerakan saja. Seniman
jaranan selalu memberikan tawaran kepada para penanggap untuk meimilih versi
yang mana.
Kalau pada
saat gebyakan atau pada saat upacara nazar mereka selalu menggunakan yang
pakem. Kalau pada saat tanggapan mereka menyerahkan kepada penanggapnya memili
yang mana. Akan tetapi mereka memiliki pakem sendiri-sendiri dalam jogedanya.
Jaranan
dahulu untuk penabuhnya tidak ada panggungnya seperti sekararang. Mulai tahun
1980an jaranan sudah mulai ada panggungnya untuk penabuh. Panggung ini
dimaksudkan agar penabuh dapat leluasa dalam melihat gerakan pemain jaranan.
Jaranan di sini tidak ada yang berada di atas panggung seperti jaranan Safitri
Putro. Kalau jaranan Safitri Putro itu bukan jaranan namanya. Kalau Cuma nari
saja dan tidak ada ndadinya namanya adalah campur sari. karena yang namanya
jaranan itu harus ada yang ndadi kalau tidak ada yang ndadi itu namanya bukan
jaranan.
Persaingan
antar seniman jaranan satu dengan yang lainya rupanya cukup tinggi. Berbagai
kelompok jaranan yang memikliki bos, mereka lebih berani untuk membanting
harga. Bagi jaranan yang sifatnya paguyuban seperti halnya jaranan Wijaya
Putra. Akan keberatan dengan penjatuhan harga seperti ini. Para seniman tidak
akan bisa makan apa-apa kalau harga tanggapan itu anjlok.
Tarif
tanggapan untuk jaranan Wijaya Putra itu berkisar antara 1500.000 sampai
1000.000 rupiah. Sedangkan kalau ada jaranan lain yang memiliki bos, pasti
berani mengambil di bawahnya. 800.000 sampai 600.000 itu bisa diladeni. ”Saya
kasihan dengan jaranan-jaranan yang kecil-kecil itu. Karena saya kira jaranan
yang kecil itu nanti tidak akan bisa hidup” kata pak gendut dari jaranan Wijaya
Putra itu.
Jaranan
Dalam Proyek Pariwisata
Pemerintah kota kediri dengan menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak tentang pakem jaranan khas kediri. Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku itu.
Pemerintah kota kediri dengan menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak tentang pakem jaranan khas kediri. Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku itu.
Proyek
pemakeman jaranan ini direncanakan pada tahun 2008 nanti. Selama ini yang sudah
dilakukan oleh dinas pariwisata Kediri untuk melakukan pakemisasi jaranan
adalah dengan menggali data-data yang ada. Data-data itu mereka dapatkan dari
para sesepuh jaranan. “Kita tidak bisa sembarangan untuk menentukan semuanya
itu. Usaha kita adalah mengumpulkan para sesepuh untuk membincang bareng
tentang kesenian jaranan. Kemudian diseminarkan dan disepakati bersama’. Ujar
Pak Guntur.
Rencana
pemakeman ini akan melibatkan berbagai tokoh sesepuh seniman jaranan dan
sejarawan. Mereka juga mengupayakan agar pemakeman ini bisa benar-benar tidak
meninggalkan tradisi yang ada pada kesenian di Kediri. Sebelum pemakeman itu
dilakukan dinas pariwisata akan menggali sejarah kota kediri teerlebih dahulu.
Program
Dinas Pariwisata untuk tahun ini dan 1 tahun mendatang adalah mencari pakem
jaranan terlebih dahulu. Untuk pengembangan dan pembimbingan pada
jaranan-jaranan yang ada Kediri, dinas pariwisata mengundang kelompok-kelompok
jaranan untuk tampil Taman Wisata Selomankleng setiap Minggu. Komunitas jaranan
itu disuruh tampil untuk mengisi hiburan di Selomangleng secara bergiliran.
Pada
saat-saat tertentu Dinas pariwisata juga mengajak para seniman jaranan untuk
tampil mengisi hiburan di Taman Mini Indonesia Indah. Pada saaat jaranan tampil
di taman mini sudah berbeda dengan jaranan yang ada disini. Mereka sudah
dikolaborasi dengan tari-tarian lain.
Bagi kami
jaranan itu yang penting adalah dimunculkan saja supaya keberadaanya tetap bisa
lestari. Pada saat ini pemerintah kota kediri sedang mempelajari dan menggali
kesenian jaranan yang khas Kediri. Baik itu dari segi pakaianya, jogednya
maupun alat musik yang dimainkan. Proyek ini masih terhenti karena dana yang
diajaukan untuk mengerjkakan ini belum turun dari pemerintahan kota Kediri.
Dana pembakuan Jaranan ini akan dianggarkan pada RAPBD tahun depan.
Kita
memerlukan dokumentasi, dana dan lain sebagainya. Kita rencananya akan mengupas
sejarah jaranan dari sungai Brantas. Kita akan melihat perkembangan jaranan dari
jaman Praislam. Jaranan Kediri memiliki pakem sendiri-sendiri. Kita sudah mulai
merancang jaranan masing-masing misalnya yang pegon tidak memakai baju, untuk
yang jaranan door dan senterewe masih kami pikirkan bersama teman-teman seniman
jaranan. kata pak Guntur
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.
Dinas
pariwisata beranggapan, kalau tidak ada pakem sendiri jaranan ini nanti akan
semakin jauh dari aslinya. Karena tidak ada buku petunjuk jaranan. Mereka hanya
mengembangkan tradisi lisan. Sedangkan tradisi lisan itu akan senantiasa
berubah setiap tahunya.
Setiap
jaranan memiliki pakem masing-masing dan tidak mau mereka diseragamkan antara
kesenian jaranan yang satu dengan yang lainya. Menurut pak Guntur bahwa
kesenian jaranan itu memang memiliki pakem masing-masing akan tetapi saya
mencoba urntuk bisa masuk dengan pelan-pelan agar mereka bisa menerima saya.
Misalnyua pada saat pertemuan saya dengan para seniman beberapa waktu yang
lalu. Saya pernh mengetes mereka untuk menunjukan tarianya di depan forum. Saya
meminta misalnya yang beraliran pegon maju. Mereka antara pegon jaranan satu
dengan yang lainya berbeda. Senterewe juga berbeda satu sama lainya. Dalam
perbedaan itu mereka berdebat sengit dan saling menunjukan bahwa jarananya yang
paling benar pakem.
Setiap ada
festifal jaranan saya mengumpulkan para seniman dan mengajak mereka supaya bisa
menyeragamkan tarian jaranan. Pada saat festifal kemarin para juri kebingungan
untuk menilai jaranan mana yang baik. Karena setiap jaranan memiliki karakter
masing-masing. Sehingga kita tidak bisa melihat mana yang harus dinilai.
Akhirnya siapa yang baik itu yang menang. Tapi mereka juga banyak yang protes
tentang penilaian juri. Karena mereka juga menganggap bahwa jarananya yang
memiliki tarian paling bagus akan tetapi tidak menang dalam festifal.
Pemerintah
daerah itu haruslah pandai-pandai memasarkan kesenian daerah. Jadi tidak hanya
kesenian yang sudah tenar saja yang kita suruh main. Juga bagi mereka-mereka
yang belum punya nama harus kita angkat. Saya tidak memandang kualitas yang ada
akan tetapi saya selalu memberikan contoh pada jaranan yang kecil supaya
mengikuti jaranan yang sudah besar.
Seniman di
Kediri ini seringkali pindah-pindah ruang. Maksudnya mereka selalu mengiikuti
kesenian mana yang populis dan digemari masyarakat. Kalau dahulu ludruk ya
seluruh seniman banyak yang di ludruk. Kalau sekarang ludruk dilarang main
mereka beramai-ramai pindah pada seniman jaranan.
KESENIAN INI
MENURUT PANDANGAN ISLAM
Kesenian
kuda lumping merupakan kesenian rakyat tradisional Jawa sebagai salah satu
unsur kebudayaan peninggalan nenek moyang yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, dimana eksistensinya mengandung nilai-nilai keindahan/
estetika. Karena didalamnya terdapat berbagai macam unsur-unsur seni,
diantaranya seni tari, seni musik, seni vokal dan sebagainya. Paguyuban seni
kuda lumping “Sedyo Rukun” yang berada di dusun Ngasem desa Pageruyung
kecamatan Pageruyung kabupaten Kendal Jawa Tengah merupakan salah satu kelompok
kesenian kuda lumping yang masih eksis hingga saat ini. Dalam setiap
pementasannya paguyuban ini ternyata juga menyajikan nyanyian syair/lagu dalam
bahasa Jawa bernafaskan Islam serta mengandung moral-moral keislaman apabila
dilihat dari makna yang terkandung, selain itu terdapat juga unsur-unsur berupa
alat musik gamelan Jawa dan bentuk tari-tarian yang indah dan mengandung
makna-makna tersirat yang terwujud melalui simbol-simbol tertentu. Sehingga
kesenian kuda lumping ini tidak hanya menyenangkan jika disaksikan, tetapi
lebih dari itu yaitu menyangkut makna-makna religius yang terkandung
didalamnya. Karena dalam Islam dijelaskan bahwa keindahan harus mengandung
akhlak yang Islami. Dan perlu di garis bawahi bahwa dalam membicarakan
keindahan pasti akan ditemukan seni. Sehingga akan menarik apabila dikaji
tentang makna estetika Islam yang tekandung dalam salah satu kesenian
tradisional masyarakat Jawa, yaitu kesenian kuda lumping.
Selain
sebagai media perlawanan seni Kuda Lumping juga dipakai oleh para ulama sebagai
media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah
dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan
Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan
Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui
kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kudalumping. Sifat
dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari kuda lumping merupakan pangilon
atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para
seniman kuda lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa didunia ini ada
sisi buruk dan sisi baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang
mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk
dijadikan motifsi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memlih semangat dua
tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celengan atau babi hutan.
Banyak
orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda lumping, mereka beranggapan
bahwa para pelaku seni kuda lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda,
anggapan itu adalah salah, simbul kuda disini hanya diambil semangatnya untuk
memotifsi hidup, sama halnya dengan seporter sepak bola di Indonesia, di kota
Malang misalnya, mereka menganggap bahwa dirinya adalah Singo Edan, seporter
bola di Surabaya mereka menamakan dirinya Bajol Ijo, bahkan Negara Indonesia
sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung
Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang
salah bila kesenian Kuda Lumping dianggab kelompok kesenian yang mendewakan
hewan.
Sekelompok
orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping dengan dengan kemusyrikan
karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan,
anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru
para pelaku seni Kuda Lumping berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini
ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan nyata dan alam kehidupan Gaib
hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an surat Anas dan manusia wajib untuk
mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat
menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping maupun tempat-tempat
formal seperti Sekolahan atau Pabrik, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan
Psikologis individu yang bersangkutan, sedangkan kemenyan, dupa dan
bunga-bungaan tidak lebih dari sekedar wewangian yang tidak pernah dilarang
dalam Islam bahkan dianjurkanpenggunaanya.